Mereka lupa kalau rakyat sudah kenyang degan janji, Mereka lupa kalau rakyat sudah muntah degan korupsi, Mereka lupa kalau rakyat sudah capek dgn manipulasi, Kekuasaan itu takan lama, rakyat akan bergerak dgn sendirinya, ksejahteraan mereka telah dikerdilkan, kemiskinan mereka telah dilupakan,.. 
Saudaraku, pesta itu akan segera berakhir...
Jumat, 24 Juni 2011

MASIH ADA

Luar biasa! Pagi itu, tepatnya, Pukul 07.00 WIB. Jumat, 24 Juni 2011 saat “iseng” untuk beli 1 (Satu) pak rokok kesukaan di salah satu swalayan Ponorogo tiba-tiba ada yang menepuk bahu dan berkata kepada saya,”mas kaose uapik tenan, gaean dewe yo mas” begitu dia berkata kepada saya dengan mimik muka yang penuh arti. “Mboten pak, nggeh tukang kaos yang buat, wong saya ini namung kuli bangunan  lo pak, wonten nopo?” jawabku sekenanya. Sambil menunjuk sebaris tulisan di kaos saya, orang itu bertanya “Gak dek, tulisan neng kaos iki lo maksude opo? Sejenak aku terdiam dan sambil cengar-cengir saya menjawab, “o, niki maksude” sambil tentu saja dengan bangga ku pegang tulisan “MAAF TUHAN, SAYA LAGI SIBUK” di kaos dengan maksud memperjelas maksud si bapak.
“Pak, maksud dari tulisan ini adalah bahwa setiap saat baik terjaga maupun tertidur saya senantiasa sadar akan kekurangan dan kesalahan dan bias memohon ampun (maaf) kepada Tuhan saya” begitu menjawab dengan perasaan bertanya-tanya: ada apa gerangan dengan maksud si bapak ini dan lagian jujur sudah lama sebetulnya kaos andalan masa lalu ini tidak saya pakai. Mendengar jawaban saya si bapak ini manggut-manggut yang (justru) membuat saya  yang kemudian panasaran dengan sosok si bapak dan bertanya balik, “Lha nyuuwun sewu bapak ini sinten, menawi kepareng mangertos”. Sambil tersenyum dan memilih-milih belanjaan si bapak ini menjawab, “kulo tiyang biasa dek, pensiunan Depag, kebetulan anak ragil saya juga masih kuliah di Malang dan juga ikut organisasi yang gambare koyo gone sampean kuwi. Lha taksih kuliah opo pun rampung sampean dek?” ujarnya. Dengan cepat karena terburu waktu kumenjawab, ”Al-Hamdulillah kulo pun rampung sekitar 6 tahun yang lalu pak”.
Tanpa melanjutkan menjawab atau menimpali jawaban saya si bapak ini kemudian berkata yang menurut saya sebetulnya sebuah pertanyaan, “Sekitar 5-10 tahun yang lalu saya sering menyaksikan dari depan rumah saya, anak-anak mahasiswa berteriak-teriak, berbaris, berjalan kaki berbondong-bondong melakukan demo, kok saiki sepi”. Sesaat saya terdiam dan menjawab, “duko pak, mboten wonten seng tidemo paling, gek kabeh pun pener sedoyo, dadi demo malih mboten usum”. Si bapak tersenyum dan berkata, “yo lah dek, jaman wis berubah, opo-opo angel, ekonomi yo sulit, sekolah yo larang, gaean angel, terus opo neh kuliah mesti luweh larang bayare, anakku ae sewulan gak cukup 2 juta, kok ndadak mikir demo”. Sambil tersenyum kecut kupandangi si bapak sambil berkata, “Nggeh pak, pangapunten kulo tak riyen, matur suwun gek dipun lajengaken anggenipun blonjo, monggo pak…”

Di perjalanan menuju “simetris net” bayangan suka duka 10 tahun yang lalu muncul memenuhi isi kepala dan akhirnya membentur sosok si bapak dengan obrolan singkat yang berakhir dengan kecut, jiaaaahhhhh. Sesampainya di markas di mana sudah menanti mantan ketua komisariat PMII STAIN Ponorogo, mantan Ketua I PC. PMII Ponorogo, mantan Ketua Rayon dan sebagian masih aktif hingga kini kuceritakan semuanya tanpa menambahi dan mengurangi, kecuali tentu saja dalam hal olah kata dan bahasa yang memang sebagaimana kata Arkoun tidak bisa dihindari. Hahaha, hahahaha, kwkwkwk, hzizikkkk, geeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeer, begitu para penghuni markas menanggapi ceritaku. Jan, jiaaaaaaaahh, ccccccccccoooooooook tenan. Gand22.

2 komentar:

Panembahan Senopati mengatakan...

suka.....

Panembahan Senopati mengatakan...

lupa itu begitu sulit

karena ingat adalah petaka

dan lupa adalah kenikmatan yang layak di syukuri

Posting Komentar